AJARAN WAHIDIYAH "LILLAH BILLAH"
Yaa Sayyidii Yaa Rosuulalloh - Duhai Pemimpin kami Duhai Utusan Alloh !
Pengertian “LILLAH”
Artinya, segala amal perbuatan apa saja, perbuatan lahir dan perbuatan
batin baik yang wajib, yang sunah dan yang mubah, lebih-lebih yang
berhubungan langsung kepada Alloh wa Rosuulihi SAW seperti sholat,
puasa, haji, baca Qur’an, baca Sholawat dan sebagainya, maupun yang
hubungan di dalam masyarakat, di dalam kehidupan sehari-hari seperti
makan, minum, tidur, istirahat, mandi, bekerja dan sebagainya, asal
bukan perbuatan yang tidak diridhoi Alloh, asal bukan perbuatan yang
melanggar syari’at dan undang-undang, pokoknya asal bukan perbuatan yang
merugikan, melaksanakannya supaya disertai dengan ikhlas LILLAAHI
TA’ALA tanpa pamrih suatu apapun. Baik pamrih duniawi maupun pamrih
ukhrowi.
Dengan menyertakan niat ibadah LILLAH (dalam hati terutama) di dalam
segala perbuatan yang tidak terlarang seperti itu. Menurut hadits
tersebut di atas maka perbuatan-perbuatan apa saja yang kita lakukan
dapat mempuyai nilai ibadah. Dicatat dan dinilai sebagai ibadah. Dan
dengan demikian maka telah bersesuaian dengan kehendak Alloh SWT yang
digariskan di dalam ayat 56 surat adz-Dzaariyat tersebut. Sekali lagi
harus diingat bahwa yang boleh dan bahkan harus disertai niat ibadah
“LILLAH” adalah terbatas. Terbatas pada perbuatan-perbuatan yang tidak
terlarang.
Adapun perbuatan-perbuatan yang melanggar syari’at, perbuatan-perbuatan
yang melanggar undang-undang, perbuatan-perbuatan yang tidak diridhoi
Alloh SWT, yaitu pokoknya perbuatan-perbuatan yang merugikan, baik
merugikan diri sendiri maupun yang lebih-lebih merugikan orang lain,
sama sekali tidak boleh di sertai niat ibadah LILLAH. Maknanya harus
dijauhi dan ditinggalkan. Betapapun kecil dan remehnya. Harus berusaha
sekuat mungkin untuk menjauhkan dan meninggalkan !. Dan di dalam
menjauhi dan meninggalkan itulah yang harus disertai niat ibadah LILLAH.
Jangan sampai di dalam kita menjauhi dan meninggalkan mungkarot itu
didorong oleh kemauan nafsu. Harus LILLAH - ibadah kepada Alloh SWT.
Menjalankan perintah Alloh !. Titik. Tidak ingin begini begitu. Demikian
seterusnya di dalam kita menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar, harus
dengan niat ibadah kepada Alloh SWT dengan ikhlas LILLAH. Jangan karena
terdorong oleh nafsu supaya begini dan begitu. Akan merusak dan
menghancurkan nilai bangunan amal yang kita kerjakan.
Masalah pamrih atau keinginn, ingin kepada hal yang menggembirakan yang
menyenangkan, ingin kepada kebaikan-kebaikan seperti ingin pahala, surga
dan sebagainya; atau takut dari perkara yang menakutkan seperti
kesusahan, penderitaan, siksa, neraka dan sebagainya, itu diperbolehkan.
Bahkan sewajarnya harus begitu !. Sebab manusia tidak lepas dari sifat
basyariah yang mempuyai keinginan-keinginan dan harapan-harapan serta
kemauan-kemauan yang semuanya bersumber dari nafsu, dan nafsu itupun
anugerah Tuhan yang diberikan kepada manusia sehingga menjadi makhluk
yang lebih lengkap dan paling sempurna diantara makhluk lainnya.
Maka nafsu seperti itulah yang harus diarahkan. Menurut arah yang telah
digariskan Tuhan yaitu “Liya’ buduuni” tersebut. Diarahkan untuk ibadah
kepada Alloh SWT. Jika tidak diarahkan, pasti akan terjadi ketimbunan
hawa nafsu yang serakah dan mengakibatkan penyelewengan dan
penyalahgunaan akhirnya menghancurkan manusia itu sendiri bahkan bisa
menghancurkan umat dan masyarakat.
Maka didalam berkeinginan atau pamrih diatas harus di sertai niat ibadah kepada Alloh dengan ikhlas LILLAH !.
Jadi jelasnya kita sembahyang, kita berpuasa, kita mengeluarkan zakat,
kita melakukan ibadah haji, kita membaca al-Qur’an, membaca dzikir,
membaca sholawat dan sebagainya supaya disertai niat ibadah yang
sungguh-sungguh Ikhlas LILLAH. Jangan sampai kita melakukan semuanya
tadi karena ingin surga, ingin pahala, takut neraka, ingin terhormat,
ingin terpuji, ingin kaya dan sebagainya.
Begitu juga di dalam kita bekerja, didalam kita belajar, di dalam kita
berjuang untuk bangsa, agama dan negara, dan di dalam kita mengurus dan
mengatur rumah tangga, kita ke sawah, ke pasar, ke kantor, ke toko, dan
ketika makan, minum, tidur, istirahat, mandi dan sebagainya dan
sebagainya supaya dengan ibadah kepada Alloh dengan ikhlas semata-mata
LILLAH tanpa pamrih. Begitu juga kita berkeinginan, berkemauan,
berangan-angan, berfikir dan sebagainya harus di sertai niat ibadah pada
Alloh SWT - LILLAH. Jadi benar-benar melaksanakan peryataan yang kita
baca pada setiap sholat yaitu :
1. اِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
“Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku adalah untuk Alloh Robbul ’Alamin”
Dan mengetrapkan di dalan hati apa yang sering kita baca di dalam surat
al-Fatihah : إِيَّاكَ نَعْبُدُ : “Hanya Kepada-Mu Yaa Alloh aku
mengabdikan diri”.
Dengan demikian boleh dikatakan hati kita senantiasa bertahlil :
لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ : “Tiada Tuhan selain Alloh”.
Ilmiah dan pengertian mudah dipelajari, mudah di hafal. Akan tetapi di
samping ilmiah, di samping pengertian, perlu diusahakan penerapan dan
pelaksanaan ilmiah yang sudah kita miliki. Orang mempuyai ilmu akan
tetapi ilmunya tidak diterapkan tidak diamalkan, dia sangat terkecam
sekali dan akan mengalami bahaya yang sangat berat. Di dalam kitab
az-Zubad dikatakan :
فَعَالِمٌ بِعِلْمِهِ لَمْ يَعْمَلَنْ * مُعَذَبٌ مِنْ قَبْلِ عُبَّادِ الْوَثَنِ
“Orang berilmu yang tidak mengamalkan ilmunya besok akan disiksa lebih dahulu daripada para penyembah berhala”.
Itu suatu kecaman yang berat. Jadi jelasnya amal perbuatan apa saja,
berupa sholat sekalipun jika tidak disertai niat ibadah LILLAH otomatis
disalah gunakan oleh hawa nafsu atau LINNAFSI, nuruti keinginan nafsu.
Dan nafsu adalah menjadi sarang Iblis dan Syetan kelak di neraka
tempatnya.
Di dalam Wahidiyah, alhamdulillah dengan memperbayak mujahadah Wahidiyah
di samping terus menerus melatih hati dengan niat LILLAH seperti
diatas, alhamdulillah dikaruniai banyak kemajuan dan peningkatan dalam
hal beribadah kepada Alloh SWT dengan niat ikhlas LILLAH tersebut.
Sekali lagi, amal perbuatn apa saja, atau ibadah apa saja sekalipun
berupa sholat, zakat, puasa, naik haji, membaca Qur’an, membaca dzikir,
membaca tahlil, membaca sholawat, menolong orang lain, memberikan
shodaqoh dan amal-amal kebajikan lainya. Jika tidak disertai niat ibadah
LILLAH ikhlas tanpa pamrih karena Alloh, tidak dicatat sebagai ibadah
kepada Alloh.
Dan jika tidak dicatat sebagai ibadah kepada Alloh berarti ibadah kepada
selain Alloh. Menyembah selain Alloh. Kepada siapa?. Kepada nafsunya
sendiri. Menyembah dirinya sendiri dengan memperalat sholat, zakat dan
seterusnya tadi. Sholatnya, zakatnya, hajinya, membaca Qur’an, membaca
sholawat dan sebagainya dikerjakan hanya sebagai kedok untuk menuruti
keinginan nafsunya. Ingin begini ingin begitu, pamrih begini pamrih
begitu dan sebagainya !. Suatu pendurhakaan terhadap Alloh SWT yang
sangat keterlaluan !. Harus cepat-cepat bertaubat dan mengadakan
perbaikan, atau membiarkan dirinya terbakar api neraka akibat amal-amal
ibadah yang tidak ikhlas LILLAH itu.
Mari kita mengadakan koreksi kepada diri kita masing-masing !. AL-FATIHAH !.............
Sekali lagi mari kita perhatikan dan kita terapkan firman Alloh SWT :
وَمَآ أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللهَ
مُخْلِصِيْن لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَآءَ وَيُقِيْمُوْا الصَّلاَةَ
وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَالِكَ دِيْنُ القَيِّمَةِ (98- البينة : 5).
“Dan tidaklah mereka diperintah melainkan supaya menyembah (beribadah/ mengabdikan diri kepada) Alloh dengan ikhlas karena Alloh (LILLAH) dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka menjalankan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang tegak” (98 – al-Bayyinah : 5).
Di dalam “al-Qur’an dan Terjemahannya”, Departemen Agama RI diterangkan
bahwa yang dimaksud “menjalankan agama dengan lurus” artinya terbebas
dari SYIRIK dan dari KESESATAN. Untuk menyelamatkan dari bahaya “Syirik”
dan kesesatan, Ajaran Wahidiyah memberikan bimbingan yaitu penerapan
“BILLAH”.
“BILLAH”
BILLAH artinya, di dalam segala perbuatan dan gerak-gerik lahir maupun
batin, dimanapun dan kapan saja, supaya hati senantiasa merasa bahwa
yang menciptakan dan menitahkan itu semua adalah ALLOH SWT. Tuhan Maha
Pencipta. Jangan sekali-kali mengaku atau merasa mempunyai kekuatan dan
kemampuan sendiri !. Jadi mudahnya, menerapkan di dalam hati makna dari :
لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ
“Tiada daya dan kekuatan atas titah Alloh - Billah”.
Menerapkan firman Alloh SWT :
وَاللهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُوْنَ (27- الصَفَّات : 96).
“Dan Alloh-lah yang menciptakan kamu sekalian dan apa-apa yang kamu sekalian perbuat” (37– as-Shoffaat: 96).
وَمَا تَشَآءُوْنَ إِلاَّ أَنْ يَشَآءَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِيْنَ (81- التَكْوِيْر: 29)
“Dan kamu sekalian tidak dapat menghendaki (tidak dapat berkehendak) melainkan apabila dikehendaki Alloh Tuhan semesta alam” (81 – at-Takwir : 29).
Jadi jelasnya, di dalam kita melihat, mendengar, merasa, menemukan,
bergerak, berdiam, berangan-angan, berfikir dan sebagainya, supaya hati
selalu sadar dan merasa bahwa yang menggerakan yang menitahkan itu semua
adalah Alloh. Merasa BILLAH. Semuanya BILLAH. Tidak ada sesuatu yang
tidak BILLAH. Ini harus kita rasa di dalam hati. Tidak hanya cukup
pengertian dan keyakinan di dalam otak. Bukan sekedar pengertian ilmiyah
saja. Kita membaca buku ini, kita memahami buku ini BILLAH. Buku yang
anda baca inipun BILLAH. Dan kitapun BILLAH. Mari terus merasa begitu.
Merasa BILLAH.
Sumber dari segala kehancuran, kebrobokan moral, penyelewengan dengan
penyalahgunaan, pertengkaran, permusuhan, kekacauan dan sebagainya
adalah berada di dalam nafsu. Nafsu yang memiliki ciri khas yaitu
pamrih. Maka sifat pamrihnya nafsu ini harus diarahkan. Diarahkan dengan
sistem penerapan niat LILLAH dan sadar BILLAH seperti di atas.
Jika sifat pamrih itu dibiarkan tidak diarahkan dengan niat BILLAH maka
akan menjadi-jadi dan bercokol dengan lekat di dalam hati. Makin lama
makin tebal, makin lama makin besar, dan makin kokoh kemudian muncul
suatu “kerajaan” di dalam hati. Yaitu “KERAJAAN ANAANIYAH” atau rasa
ke-AKU-AKUAN atau egosentris. Aku yang usaha, aku yang mengerjakan, aku
yang berkuasa, aku yang menentukan. Kalau tidak karena aku... dan
seterusnya.
Orang yang hatinya sudah dijajah oleh imperialis nafsu seperti itu
segala langkah dan amal perbuatannya disetir oleh nafsunya, dan
diarahkan kepada apa yang menjadi kepuasan hawa nafsu. Segala amalnya,
tindaknya, perbuatannya semata-mata hanya untuk menuruti kemauan
nafsunya. Tanpa memandang benar atau salah. Tidak perduli haq atau batal
diterjangnya.
Tidak peduli sekalipun orang lain menderita, yang penting puas itulah
sifat nafsu. Serakah, dengki dan membabi buta. Hanya ingin enak dan
kepenak, senang dan puas tanpa memperhitungkan akibatnya. Padahal
akibatnya pasti menjerumus kepada kehancuran, kebinasaan dan
kesengsaraan sebab tidak mengikuti tuntunan Alloh Maha Pencipta, Maha
Kuasa. Bahkan tidak mau tahu kepada Tuhannya.
Baru setelah mengalami kesengsaraan dan kehancuran, baru merasa telah
diombang-ambing oleh nafsunya sendiri. Dan jika terus mendapat
pertolongan Alloh barulah dia menyadari menginsafi dosa perbuatan dan
tindakannya, kemudian baru mau prihatin dan bertobat. Akan tetapi jika
tidak memperoleh pertolongan dari Alloh SWT, dia makin terus
berlarut-larut di dalam kesengsaraan dan di dalam kegelapan penyesalan
yang merongrong jiwanya. Penyesalan di dunia masih ada kesempatan untuk
memperbaiki, masih ada harapan bisa tertolong. Akantetapi penyesalan di
akhirat sudah tidak berarti, tidak ada kesempatan untuk memperbaiki,
pintu tobat sudah tutup. Sudah terlambat. Tinggal merasa kepedihan dan
dahsyatnya siksa buat selama-lamanya.
Oleh karena itu selagi masih ada kesempatan di dunia ini, mumpung masih
hidup belum pindah ke alam kubur, harus usaha sekuat mungkin untuk
membebaskan diri dari imperialis nafsu tersebut. Untuk berperang melawan
nafsu, melepaskan diri dari belenggu imperialis nafsu. “Jihaadun
nafsi”, memerangi nafsu. Mulai sekarang juga. Jangan di tunda-tunda !.
Nafsu harus kita kuasai harus kita arahkan.
Cara yang paling praktis dan tanpa resiko untuk menguasai dan
mengarahkan nafsu, ialah terus-menerus menerapkan sadar BILLAH disamping
niat LILLAH seperti di atas, dan sambil di pupuk dengan mujahadah
Sholawat Wahidiyah. Sadar BILLAH adalah masalah yang paling pokok. Ini
soal iman, soal tauhid yang menentukan bahagia atau tidaknya seseorang.
Harus kita perhatikan dengan sunguh-sunguh.
“Jihaadun Nafsi” adalah perang besar-besaran yang tidak mudah. Mungkin
kalah mungkin menang. Sekalipun bagaimana beratnya Jihaadun Nafsi akan
tetapi setiap orang yang menginginkan keselamatan dan kebahagian dunia
dan akhirat harus melakukannya !. Kalau tidak berbuat berarti kalah.
Kalah dan dikuasai oleh imprialis nafsunya. Menjadi budak daripada
nafsunya !. Maju mungkin tatu, akan tetapi mundur jauh lebih hancur !
Mandeg, kejiret. Maka dari itu lebih baik harus terus maju. Maju
melawan, menguasai dan mengarahkan nafsu.
Sekembalinya pasukan Islam dari perang Badar Rosullulloh SAW, bersabda :
رَجَعْنَا مِنْ الْجِهَادِ الأَصْغَرِ
إِلَى الْجِهَادِ الأَكْبَرِ. وَمَاالْجِهَادُ الأَكْبَرُ ؟. قَالَ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : جِهَادُ النَّفْسِ (رَوَاهُ البَيْهَقِي).
“Kita baru kembali dari perang kecil dan akan menghadapi perang besar” ditanyakan oleh pera sahabat” Yaa Rosulalloh, apakah perang besar itu ?. Jawab Rosullulloh SAW : “Jihaadun Nafsi”memerangi nafsu” (Hadits riwayat Baihaqi).
Jadi tiap manusia pasti berhadapan dengan nafsunya sendiri-sendiri. Dan
oleh karena itu harus memerangi nafsunya itu !. Nafsu harus dikuasai dan
diarahkan oleh manusia. Jangan sebaliknya, manusia yang dikuasai dan
dikendalikan oleh nafsu.
Cara yang praktis untuk menguasai dan mengarahkan nafsu ialah dengan :
a. Melatih hati dengan niat LILLAH dan sadar BILLAH.
b. Bersungguh-sungguh, di dalam bermujahadah berdepe-depe memohon ampunan, perlindugan dan petunjuk dari Alloh SWT.
Asal sungguh-sungguh, pasti diberi petunjuk dan pertolongan dari Alloh SWT, sebagaimana firman-NYA :
وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا (29- العَنْكَبُوت : 69).
“Dan orang-orang yang berjihad bersungguh-sungguh didalam menuju kami, pasti kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami” (29 – al-Ankabut : 69).
Sekali lagi orang yang tidak mau jihaadun nafsi, tidak mau memerangi dan
mengarahkan nafsunya, tidak atau kurang mujahadahnya istilah Wahidiyah,
dia tidak bisa bebas dari cengkeraman imperialis nafsunya. Otomatis dia
jauh dari Alloh !. Makin lama makin jauh, makin lama makin
berlarut-larut ngujo (melampiaskan) nafsunya. Dan dia tidak merasa di
perbudak oleh nafsunya. Makin bayak amal-amal ibadahnya, makin dalam dia
terjerumus ke dalam lumpur dosa. Dia tidak merasa. Sekalipun kelihatan
lahiriyahnya taat menjalankan ibadah begini begitu, akan tetapi
sesungguhnya bukan ibadah kepada Alloh SWT, melainkan menyembah kepada
nafsunya sebab tidak disertai niat yang ikhlas LILLAH.
Ada pamrih yaitu nuruti keinginan nafsu. Pamrih ingin pahala, ingin
surga, selamat dari neraka. Ingin terhormat, ingin terpuji, ingin mulia
dan sebagainya.
Ibadah yang tidak ikhlas karena Alloh SWT, tidak Lillah, tidak akan di
terima oleh Alloh SWT. Dan kalau ibadah tidak diterima, bukan lagi
ibadah namanya melainkan ma’siat. Berat akibatnya lebih-lebih di
akhirat.
Lebih berat lagi daripada itu ialah kalau disamping yang sudah tidak
ikhlas dia mengaku merasa mempunyai kemampuan sendiri. Merasa mampu dan
mempuyai kemampuan sendiri. Merasa mampu manjalankan ibadah. Dan dia
tidak sadar dia bisa melakukan ibadah itu adalah karena mendapat fadhol
dari Alloh SWT. Dia ingkar terhadap pemberian Alloh SWT. Dia tidak sadar
BILLAH.
Orang yang tidak sadar Billah otomatis ujub, hidupnya akan takabur sekalipun dalam kadar yang sangat halus sekali.
الْعُجْبُ أَنْ يَرَى أَنَّ لَهُ حَوْلاً وَقُوَّةً
“Ujub” adalah melihat bahwa dirinya (mengaku dirinya) mempuyai kekuatan atau kemampuan”.
Apabila rasa berkemampuan itu diperlihatkan kepada orang lain,
diperlihatkan dengan lisanul-hal atau dengan lisanul maqom, lebih-lebih
dengan keduanya namanya “RIYA’ ”. Dan apabila dirinya merasa lebih baik
dari pada orang lain, namanya “TAKABUR”.
Perilaku hati seperti takabur, ujub, riya’ dan sebagainya adalah
perbuatan yang merusak, menghacurkan amal-amal ibadah, mempersekutukan
Alloh SWT. Syirik KHOFI = mempersekutukan Alloh SWT secara samar-samar.
Dikatakan khofi/ samar karena dilakukan oleh hati dan tidak diketahui
oleh manusia.
Sekalipun syirik khofi itu tidak menghilangkan dasar iman kepada Alloh
SWT, akan tetapi tetap syirik dan juga berat sekali akibatnya. Justru
merupakan sumber penyelewengan dan penyalahgunaan, sumber dari segala
kedholiman. Dan umumnya orang tidak merasa saking halusnya. Karuan
sekali kalau Syirik JAALI = mempersekutukan Tuhan secara
terang-terangan.
Disamping menyembah Tuhan, mereka menyembah selain Alloh SWT, seperti
menyembah berhala, batu gunung, matahari atau mahluk lainnya. Dia
jelas-jelas ingkar kepada Alloh SWT, dia kafir tidak punya iman yang
benar terhadap Alloh SWT dan sifat-NYA. Sedangkan kalau Syirik Khofi,
dia juga masih mempuyai iman, masih percaya kepada Alloh SWT, akan
tetapi dengan diam-diam dia memiliki pemahaman yang berkuasa selain
Alloh SWT.
Dia mengimbangi dan menandingi Alloh SWT. Dia merampas atau menggasap
hak-haknya Alloh SWT, merongrong kekuasaan Alloh SWT, mengekup kekuasaan
Alloh SWT mengapa tidak ?. Alloohu Qoodirun – Alloh Yang Maha Kuasa,
dia percaya. Akan tetapi di samping itu dia juga merasa kuasa, merasa
mempuyai kekuasaan dan kemampuan. Buktinya dia merasa bisa berusaha bisa
bekerja, bisa menjalankan ibadah, tanpa menyadari pertolongan Tuhan.
Kalau tidak karena usahaku..... dapatkah rizki jatuh sendiri dari langit
?.....dan sebagainya.
Dosa syirik, sekalipun syirik khofi berat sekali siksa dan akibatnya. Firman Alloh SWT :
إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ
بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُوْنَ ذَالِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ
فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيْمًا (4-النساء:48).
“Sesungguhnya Alloh tidak memberi ampun jika dipersekutukan (dengan makhluk) dan Alloh mengampuni dosa-dosa selain dosa syirik bagi orang yang Dia kehendaki. Dan barang siapa syirik Billah maka sungguh ia telah melakukan dosa besar” (4 – an-Nisa’ : 48).
Dengan dasar firman Alloh SWT itulah disamping pengalaman dzauqiyah,
maka Beliau Syekh Abil Hasan Asy-Syadzali Ghoust Fii Zamanihi
Rodhiyalloohu ’anhu memberikan peringatan :
مَنْ لَمْ بَتَغَلْغَلْ فِي عِلْمِنَا
هَذَا كَانَ مُصِرًّا عَلَى الْكَبَائِرِ وَإِنْ عَمِلَ مَا عَمِلَ وَهُوَ
لاَيَعْلَمُ (كَمَا في ابنِ عُبَاد ثاني : 39).
“Barang siapa yang tidak mencicipi ilmuku ini (sadar BILLAH) maka dia tetap membawa dosa besar sekalipun betapa banyak ibadahnya dan dia tidak menyadarinya”.
Berat sekali akibat dan siksanya dosa syirik. Jangankan seperti
kita-kita para umat yang penuh berlumuran dosa, sedangkan Junjungan kita
Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW yang Habibulloh nomer satu, juga para
nabi dan para Rosul sebelum kanjeng nabi ‘ala nabiyina wa ’alaihimus
sholaatu was salaam, beliau tersebut sudah dijamin ma’shuum terpelihara
dari dosa-dosa, masih juga diberi peringatan oleh Alloh SWT tentang
syirik, firman Alloh SWT :
وَلَقَدْ أَوْحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى
الذِيْنَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ
وَلَتَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ (39- الزمر : 65).
“Dan sungguh telah diwahyukan kepada-Mu dan kepada orang-orang (Nabi-Nabi) sebelum Engkau, jika engkau melakukan syirik pasti amal-amal-Mu menjadi lebur, dan (oleh karenanya) engkau termasuk golongan orang-orang yang mengalami kerugian besar” (39 - az-Zumar : 65).
Begitu beratnya ancaman Alloh SWT terhadap orang yang melakukan dosa
syirik. Dosa tidak merasakan dan menghayati makna “LAA HAULA WALAA
QUWWATA ILLA BILLAH”. Makin banyak ibadahnya, makin banyak besar
dosanya, makin berat siksanya. Amal-amal yang baikpun ikut hancur lebur
tiada gunanya, tiada manfa’atnya. Malah disamping tidak ada manfa’atnya,
besok di akhirat dirupakan siksa untuk menyiksa yang bersangkutan.
Maka dari itu mujaahadatun nafsi harus senantiasa terus-menerus
ditingkatkan di dalam gerak dan laku. Antara lain dengan terus–menerus
melatih hati LILLAH BILLAH. Dan jangan sampai berhenti karena merasa
sudah bisa LILLAH BILLAH !. Dapatnya mengeterapkan LILLAH BILLAH itu
juga harus merasa BILLAH !. Jangan merasa dapat LILLAH BILLAH sendiri.
Dan dapatnya BILLAH yang kedua juga BILLAH. Dan seterusnya.
Nafsu itu pandai sekali menggoda hati. Tidak hanya di dalam keadaan
maksiat saja hati digoda dan dirayu oleh nafsu, akan tetapi justru di
dalam keadaan taatpun makin kuat usaha dan tipu daya nafsu untuk
menggelincirkan agar taatnya menjadi rusak menjadi ternoda. Buktinya
ketika orang sedang sholat misalnya, nafsu menggoda dengan mengajak hati
ingat ini, ingat itu, bahkan mengakui itu bisa sholat, sholatku paling
khusyu’, orang-orang melihat aku, aku lebih baik, lebih rajin, lebih
khusyu’ dari pada si anu dan sebagainya. Maka timbullah ujub, riya’,
takabur ketika sedang sholat.
Pokoknya nafsu senantiasa mengintip mencari kesempatan dan siap siaga
untuk mencaplok hati yang lengah, hati yang tidak ingat kepada Alloh,
hati yang tidak merasa BILLAH.
Sekejap saja hati lengah, secepat kilat nafsu mengusai dan memerintah
hati menyelewengkan arah tujuan pokok, jika hati menjadi sadar BILLAH
kembali nafsunya melarikan diri dengan sendirinya. Akan tetapi selalu
siap, untuk mengadakan serangan penggodaan berikutnya dengan cara yang
lebih halus lagi. Maka dari itu kita harus senantiasa waspada dengan
terus meningkatkan penerapan LILLAH BILLAH dan dibantu dengan mujahadah
sholawat Wahidiyah.
Beliau al-Mukarrom Mbah KH. Abdoel Madjid Ma’roef Mu’allif Sholawat
Wahidiyah QS wa RA menganjurkan - mengamanatkan kepada kita agar supaya
lebih memperbayak membaca kalimat nida’ :
يَا سَـيِّدِي يَا رَسُوْلَ اللهِ
Kapan dan dimana kita berada dan ada kesempatan disamping mujahadah
Wahidiyah pada waktu tertentu. Kita baca dalam lisan maupun batin,
melihat situasi dan kondisi alhamdulillah besar sekali mamfaatnya bagi
hati di dalam menerapkan LILLAH BILLAH. Kita bahas lagi tentang BILLAH.
Sebab ini masalah pokok, masalah TAUHID, masalah IMAN, yang paling
menentukan. Ada perbedaan didalam pengeterapan LILLAH dan BILLAH.
Pengeterapan niat LILLAH adalah terbatas. Terbatas pada hal-hal yang
tidak dilarang syari’at, perbuatan atau tindakan yang dilarang syari’at,
baik perbuatan lahir ataupun perbuatan batin sama sekali tidak boleh
diniati ibadah LILLAH. Seperti maksiat misalnya, sama sekali tidak boleh
diniati ibadah LILLAH. Makanya tidak boleh dikerjakan.
Adapun kesadaran rasa BILLAH itu mutlak. Tidak terbatas melainkan
menyuruh. Menyeluruh dalam segala keadaan. Situasi dan kondisi, dalam
segala tingkah laku lahir maupun batin, harus..... harus merasa BILLAH.
Tanpa kecuali. Tidak membeda-bedakan ta’at atau ma’siat. Sekalipun
didalam keadaan ma’siat (baik yang tidak disengaja maupun yang
disengaja) harus merasa BILLAH.
لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ
“Tiada daya dan kekuatan melainkan atas titah Alloh-Billah”.
قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللهِ (4-النساء:78).
“Katakanlah (wahai Muhammad) segala sesuatu itu datang dari Alloh” (4 – an-Nisa’ : 78).
Orang yang ma’siat tidak merasa BILLAH dosanya dobel. Pertama dosa
ma’siat itu sendiri, dosa melanggar syari’at, dosa melanggar larangan
Alloh. Kedua, tidak sadar BILLAH. Bahkan dosa yang kedua ini yang lebih
berat, sebab termasuk dosa syirik sekalipun SYIRIK KHOFI = syirik secara
samar-samar. Bidang TAUHID harus begitu. Harus BILLAH.
Hal tersebut tidak boleh diartikan bahwa kita diperbolehkan melakukan
perbuatan ma’siat asal sudah bisa BILLAH. Tidak, tidak berarti begitu.
Perkara boleh atau tidak itu perkara syari’at bidang LILLAH !. Sedang
BILLAH bidang iman, bidang TAUHID.
Kita harus mengisi segala bidang !. kita isi sepenuh mungkin. Di bidang
syari’at, ma’siat tetap ma’siat, dilarang menjalankanya. Harus dicegah
dan dihindari sekuat mungkin. Apabila terpaksa menjalankan ma’siat harus
diakui itu terlarang tidak boleh dikerjakan. Maka harus cepat-cepat
menghindar dan bertaubat. Di dalam kita menghindarkan diri ma’siat dan
bertaubat itulah yang harus disertai niat LILLAH disamping sadar BILLAH
senantiasa begitu seterusnya.
Sedangkan pada ayat berikutnya yakni nomer 79 an Nisa’ dijelaskan :
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ (4-النسَاء: 79).
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Alloh, dan apa saja bencana yang menimpa dirimu adalah dari kesalahan dirimu sendiri” (4 – an-Nisa’ : 79).
Ini contoh bagaimana kita mengisi bidang syari’at dan bidang adab. Apa
yang kita rasakan baik, harus kita sadari itu dari pemberian Alloh SWT,
maka kita harus meningkatkan syukur kita kepada Alloh SWT. Dan apa yang
kita rasakan tidak baik harus kita akui dengan jujur, bahwa itu adalah
akibat perbuatan dan kesalahan kita. Akibat dosa-dosa kita. Maka harus
secepatnya bertobat memohon ampun dan memperbaiki hal-hal yang kurang
baik. Harus merubah sikap atas perbuatan yang kurang baik tadi !.
Begitu pengeterapan segi Lillah segi syari’atnya. Adapun segi Billah,
segi tauhid harus kita sadari, kita rasakan bahwa semua Billah. “LAA
HAULA WA LAA QUWWATA ILLA BILLAH dan KULLUN MIN ’INDILLAH” seperti
diatas.
Alhamdulillah bifadhlillah wa rohmatih, wa bisyafa’ati Rosulillah SAW,
wa tarbiyati wa bi barokati wa nadhroti wa karomati Ghoutsi Hadzaz Zaman
wa A’wanihi wa saa-iri auliyaaillah wa ahbaabillaahi Rodhiyalloohu
Ta’ala ‘anhum, kita pengamal Sholawat Wahidiyah dengan memperbayak
mujahadah Wahidiyah dikaruniai bertambah kuat daya tahan mental hati
kita dari godaan-godaan dan pengaruh jahatnya nafsu sehingga dikaruniai
lebih mudah dan bertambah-tambah di dalam mengeterapkan LILLAH BILLAH,
sekalipun masih harus senantiasa usaha kearah peningkatan yang lebih
baik lagi.
ALHAMDULILLAH, HAADZA MIN FADLI ROBBI.
الحَمْدُ للهِ هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي
الْحَـمْدُ للهِ الَّذِي آتـانَا * بِالْوَاحِـدِيَّةِ بِفَضْلِ رَبِّــنَا
"Segala puji bagi Alloh yang telah mendatangkan kepada kami Sholawat Wahidiyah dan Ajaran Wahidiyah dengan fadhol Tuhan kami."
يَا سَيِّدِي الصَّـلاَةُ وَالسَّـلاَمُ * عَلَيْكَ يَا رَءُوفُ يَا رَحِيْم
"Duhai pemimpin kami, sholawat dan salam semoga tercurah kepangkuan-Mu duhai kanjeng nabi yang bersifat rouf, duhai kanjeng nabi yang bersifat kasih sayang".
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُوْلٌ مِنْ
أَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَاعَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ
بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَحِيْمٌ (9-التوبة :128).
"Sesungguhnya telah datang kepadamu sekalian seorang rosul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin".
وَالآلِ قَدْ أُسْرِعَتِ الْحَـوَائِجُ * بِكَ الْهُدَي الرِّضَا الْفُتُوْحُ الْفَرَجُ
Dan begitu juga (sholawat dan salam semoga tercurah) kepada keluarga-Mu duhai Kanjeng Nabi.
Sungguh, berhasilnya bermacam-macam hajat, datangnya berbagai petunjuk
dan keridhoan Alloh dan terbukanya hati, serta jalan dari macam-macam
kesulitan. Semua itu dipercepat (bagi kami), (sebab memperoleh jasa-jasa
baik dari Engkau duhai kanjeng nabi.
أَنْتَ الْمُشَفَّعُ الشَّفِيْعُ اشْفَعْ لَنَا * عِنْدَ الْكَرِيْمِ أَبَدً وَرَبّـِنَا
Engkau duhai Kanjeng Nabi yang dapat mensyafa’ati dan diterima syafa’atnya, syafa’atilah kami disisi Tuhan Maha Mulia. Dan didik serta bimbinglah kami selama-lamanya !.
Begitulah pada hakikatnya, sebab pokok dan utama dari segala fadhol dan
rahmat Alloh SWT itu, bahkan sebab diciptakannya seluruh mahluq ini,
tidak lain adalah Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW. Oleh
sebab itu kita wajib syukur dan sadar atau ma’rifat atau mengenal lahir
batin kepada Kanjeng Nabi SAW.
Cara bersyukur terima kasih kepada Kanjeng Nabi SAW, yang praktis dan
meliputi ialah dengan menerapkan dalam hati ‘’LIRROSUL BIRROSUL”
disamping merasa “Bihaqiiqotil Muhammadiyah” seperti sudah kita bahas
pada bab “Ta’alluq Bijanaabihi SAW” dimuka.
AL FAATIHAH - MUJAHADAH !
Sumber : Kuliah Wahidiyah - YPW Kedunglo Kediri.